13.10.08

LUDRUK dan Sejarahnya


Ludruk merupakan kesenian teater rakyat yang berasal dari kalangan rakyat jelata. Kesenian ini dipelopori Santik, petani dari Desa Ceweng, Kec. Gudo, Jombang, Teater rakyat ini biasanya menceritakan tentang jagoan, kepahlawanan yang dibawakan dengan nyanyian atau banyolan. Hasil penelitian Suripan Sadi Hutomo, menurut kamus javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda (1847), Ludruk artinya Grappermaker (badutan). Sumber lain menyatakan ludruk artinya penari wanita dan badhut artinya pelawak di dalam karya WJS Poerwadarminta, Bpe Sastra (1930). Sedangkan menurut S.Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat jawa timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan dengan rajanya Gjayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa candi Badhut. Ludruk tidak terbentuk begitu saja, tetapi mengalami metamorfosa yang cukup panjang. Kita tidak punya data yang memadai untuk merekonstruksi waktu yang demikian lama, tetapi saudara hendricus Supriyanto mencoba menetapkan berdasarkan nara sumber yang masih hidup sampai tahun 1988, bahwa ludruk sebagai teater rakyat dimulai tahun 1907, oleh pak Santik dari desa Ceweng, Kecamatan Goda kabupaten Jombang. Bermula dari kesenian ngamen yang berisi syair syair dan tabuhan sederhana, pak Santik berteman dengan pak Pono dan Pak Amir berkeliling dari desa ke desa. Pak Pono mengenakan pakaian wanita dan wajahnya dirias coret coretan agar tampak lucu. Dari sinilah penonton melahirkan kata Wong Lorek. Akibat variasi dalam bahasa maka kata lorek berubah menjadi kata Lerok.
Pada masa perkembangannya Ludruk terbagi dalam bebrapa periode :

Periode Lerok Besud (1920 . 1930)

Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945)

Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965)

Periode Ludruk Pasca G 30 S PKI ( 1965 . saat ini)

Di samping itu, bentuk seni ini mengandung unsur-unsur yang mendorong perjuangan. Kostum ludruk sendiri terdiri dari warna merah dan putih yang mencerminkan bendera kebangsaan Indonesia.
Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasirn yang terkenal dengan parikan "Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara". Dengan parikan serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang rakyat terhadap Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam tahanan Jepang. Pada zaman Republik Indonesia, seni ludruk masih hidup dan berkembang sebagai kesenian rakyat tradisional yang berbentuk teater. Hanya saja, kalau pada masa sebeluninya kesenian ini berfungsi sebagai penyalur kritik sosial, pada masa yang kemudian fungsinya bergeser menjadi penyampai kebijaksanaan pemerintah. Selain itu, ludruk juga digunakan sebagai media promosi barang dagangan tertentu oleh Sponsor tertentu. Menurut Sensus Kesenian yang dilakukan oleh Kanwil P dan K Jawa Timur, sampai tahun 1985 terdapat 58 perkumpulan ludruk dengan 1530 orang pemain. Jumlah ini dapat dikatakan cukup banyak dan menunjukkan bahwa minat masyarakat Jawa Timur (Surabaya) terhadap bentuk kesenian ini masih cukup besar. Beberapa warga masyarakat yang ditemui dan diwawancarai secara acak, seperti misalnya pengemudi becak, pegawai sebuah toko foto copy, masih dapat menceritakan dengan baik berbagai cerita ludruk, tokoh-tokoh ceritanya, perkumpulan, serta pemain pemain ludruk yang terkemuka. Catatan sensus tersebut tidak memberikan gambaran mengenai jenis perkumpulan ludruk. Darinya tidak dapat diketahui perbedaan atau persamaan antara jumlah perkumpulan ludruk amatir, semi-profesional dan profesional. Untuk dapat mengetahui kehidupan sebuah perkumpulan kesenian ludruk, sebuah perkumpulan ludruk profesional bemama "Bintang Jaya" dilukiskan di sini secara etnografis. Pertunjukan ludruk mempunyai ciri khusus sebagai berikut. Pemain ludruk semuanya terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri maupun untuk peran wanita. Oleh karena biasa memainkan peran wanita, para pemain ludruk cenderung terbentuk menjadi kelompok travesti. Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa yang mudah dicerna masyarakat, yakni bahasa Jawa logat Surabaya. Selain itu, sesuai dengan tuntutan cenita, di dalam bentuk seni ini sering pula digunakan kata-kata Cina, Belanda, Inggris dan Jepang. Selain dalam hal pemain dan bahasa, kekhasan ludruk juga terdapat dalam ceritera, dekorasi, kostum dan urutan pementasan. Cerita ludruk dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni cerita pakem dan cerita fantasi. Cerita pakem adalah cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah Jawa Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso. Cerita fantasi adalah cerita karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari hari. Lakon yang dipentaskan oleh Ludruk Bintang Jaya terdiri dari dua macam, yaitu lakon pakem dan lakon fantasi. Lakon fantasi meliputi lakon horor, drama rumah tangga. Lakon ini banyak dipentaskan karena para penonton cenderung menyenanginya. Menurut Mamat, penonton Girilaya menyenangi lakon fantasi yang berupa drama kehidupan rumah-tangga sehari-hari. Cerita dalam ludruk biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor. Dekorasi ludruk amat terbatas. Di antaranya adalah dekorasi interior rumah, alam pedesaan dan pegunungan, kuburan, dan resepsi perkawinan. Panggung ditampilkan dengan geber, dekorasi dan peralatan panggung lainnya seperti meja, kursi tamu, bufet, kursi pengantin, dan sebagainya. Kostum yang dikenakan disesuaikan dengan tuntutan cerita. Oleh karena itu, setiap kelompok kesenian ludruk paling sedikit memiliki kostum pakaian harian, pakaian penganten, seragam tentara dan sebagainya. Perkumpulan ludruk Bintang Jaya mempunyai kostum sendiri yang dibuat menurut kreasi majikan. Kostum ini digunakan sesuai dengan cerita yang ditampilkan. Urutan adegan ludruk mempunyai kekhasan. Pentas biasanya dimulai dengan ngremo. Kidungan (pembawaan tembang), bedayan (tari-tarian umum), dan cerita inti, berturut-turut mengikuti adegan ngremo tersebut. Dalam adegan cerita inti terdapat penggantian babakan yang biasanya diselingi dengan humor. Bintang Jaya melakukan semua ini. Penyutradaraan pertunjukan dilakukan secara longgar dan spontan. Sekitar satu jam sebelum main, sutradara terlebih dahulu mengumpulkan para pemain yang ada. Kemudian ia menjelaskan lakon yang akan dimainkan. Setelah itu satu-persatu pemain didatangi dan ditunjuk sebagai pemeran tokoh tertentu. Selanjutnya sutradara memberikan petunjuk niengenai acting dan garis besar serta pola dialog yang harus dibawakan oleh pemain tersebut. Apabila waktu tidak mencukupi, adegan tertentu diatur pada waktu adegan sebelumnya sedang berlangsung. Apabila ada pemain yang semula ditunjuk, tetapi tidak dapat melaksanakan tugasnya karena berbagai alasan, pemain itu dapat dengan mudah diganti oleh pemain lainnya.
Sumber :
Komunitas Bloger Surabaya

paguyuban seni jawa timuran (ITB)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trims untuk Komentar Anda ....