25.2.09

GolPut HaraM...?!

Menjelang pemilu 2009, banyak sekali fenomena yang terjadi di negeri ini. Mulai dari munculnya politisi dadakan sampai dengan adanya fatwa golput itu haram.

Fatwa MUI yang satu ini memang menimbulkan pro dan kontra. Bahkan ada yang menuding kalau ulama di MUI sudah disusupi kepentingan pihak tertentu yang ingin partainya menang.

Menurut saya, memilih atau tidak memilih (golput) itu adalah hak pribadi seseorang. Tidak selamanya golput itu negatif. Bisa juga orang golput karena tidak cocok dengan calon yang ada. Atau juga sebagai bentuk protes mereka dengan sistem pemilu yang masih banyak kecurangan. Kalau kita “dipaksa” memilih pemimpin atau wakil rakyat yang gak bener apakah itu tidak justru menyengsarakan rakyat? Bukankah golput itu juga merupakan pilihan, huehe..he...

Dalam pandangan Islam, membuat undang-undang (taqnin) yang diberlakukan kepada rakyat dalam proses pemerintahan hanya bisa dibenarkan bilamana hukum yang diundangkan itu adalah semata-mata hukum syariat Islam yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah. Pembuatan UU dengan rujukan selain dari hukum syara’ adalah haram hukumnya. Sebab tindakan itu bisa terkategorikan melanggar hak Allah SWT dalam membuat hukum.

Allah SWT berfirman:

menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang Sebenarnya dan dia pemberi Keputusan yang paling baik". (QS. AL An’am 57).

Sehingga dalam hal pembuatan perundangan, baik wakil rakyat maupun pemerintah, dibatasi hanya wajib mengadopsi dari hukum syara’ maupun hasil-hasil ijtihad yang digali (istinbath) dari dalil-dalil syar’i. Membuat perundangan dengan merujuk kepada system hukum dan perundangan selain Islam (baik dari system Kapitalis Barat maupun system Sosialis Komunis) bagi kaum muslimin haram hukumnya.

Sedangkan amal mengawasi pemerintah (muhasabatul hukkam) dengan standar hukum syara’ adalah hak sekaligus merupakan kewajiban rakyat yang bisa dilaksanakan langsung atau melalui wakil rakyat.

Dengan demikian bilamana rakyat memilih wakil rakyat yang akan melaksanakan amal mengadopsi hukum-hukum syara’ sebagai UU dan mengawasi kebijakan pemerintah dengan pedoman halal-haram dalam pandangan Islam, maka memilih wakil yang bisa dipercaya untuk mengemban tugas-tugas tersebut hukumnya halal.

Sebaliknya, memilih wakil rakyat yang akan mengadopsi hukum-hukum selain Islam sebagai UU dan mengawasi kebijakan pemerintah tidak dengan timbangan syara’, apalagi secara nyata menolak penerapan syariah oleh negara dan bertekad melestarikan system negara dan pemerintahan sekuler, maka memilih wakil rakyat seperti ini jelas hukumnya haram bagi setiap muslim. Na’udzubillahi mindzalik!

Kini jelaslah halal-haramnya hukum memilih wakil rakyat dalam pemilu. Sekarang tinggal kita lihat bagaimana calon-calon wakil rakyat, apakah masuk dalam criteria halal dipilih atau justru haram dipilih.

Keterlibatan kita didalam pemilu, dan memberikan hak suara kita, sebenarnya adalah sebuah upaya agar orang-orang yang memimpin kita kelak bukanlah orang-orang zalim, para koruptor, penindas dan sebagainya. Meskipun mungkin kita akan menemukan dari sekian banyak calon legislatif maupun eksekutif tidak ada yang benar-benar shaleh dan baik, minimal kita bisa mencari yang paling sedikit dampak atau mudharatnya. Wallahu`alam

Dari berbagai sumber :
Suara Islam
Jalan Panjang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trims untuk Komentar Anda ....